BAB I
PENDAHULUAN
Pernahkah kita
bertanya, kenapa harus menafsirkan firman Allah?Jika kamu pernah menanyakan hal
ini kemungkinan besar kamu merupakan orang Kristen yang terus belajar dan
mendalami firman Allah.
Seperti diketahui Ezra
dikenal sebagai Bapak Hermeneutika.Dialah orang pertama yang menafsirkan Kitab
Suci bagi umat Israel.Bagaimana sejarah terjadi penafsiran firman Allah?Pada
masa itu bangsa Israel dibuang Allah ke Babilonia selama 70 tahun karena
ketidaktaatan dan pembrontakan mereka.Di Babilonia umat Israel mempelajari
bahasa setempat dan bahasa Ibrani merupakan bahasa yang dipakai hanya ketika
acara ibadah diselenggarakan di rumah-rumah ibadat Israel yang dikenal dengan
sinagoge (di sinilah awal mula berdirinya rumah-rumah ibadat Israel).Namun
bahasa sehari-hari dan bahasa resmi yang dipakai adalah bahasa Babilonia
(Aramik) itu sendiri.Dengan demikian bisa dipastikan bahwa ada banyak umat
Israel yang tidak mengerti bahasa dan tulisan Ibrani terutama bagi mereka yang
lahir semasa pembuangan di Babilonia.
Sekembalinya umat
Israel dari Babilonia yang dipimpin Zerubabel, Ezra dan Nehemiah, mereka siap
membangun kembali kota Yerusalem dan Bait Allah yang sudah dihancurkan
Nabukadnezar. Meskipun dilalui dengan berbagai masalah dan tantangan,akhirnya pembangunan
itu bisa dilakukan. Pada suatu perayaan Pondok Daun, Ezra atas permintaan umat
Israel membaca Kitab Taurat Musa, “kitab hukum yang diberikan TUHAN kepada
Israel” (Ezra 8:2) dan seluruh umat Israel, laki-laki dan perempuan dengan
penuh perhatian mendengarkan pembacaan kitab Taurat itu serta maknanya (Ezra
8:9).
Fakta di atas
memberikan petunjuk bahwa penafsiran firman Allah dilakukan karena umat Israel
sudah tidak mengerti bahasa asli firman Allah sesuai dengan konteks, kultur dan
tata bahasa bahasa Ibrani. Ezra sebagai pengantara berperan menjembatani
kejenjangan tersebut dengan memberikan pengertian atas pembacaan firman Allah
itu karena ialah nabi Allah yang mengerti bahasa asli kitab suci, bahasa
Ibrani.Jadi penafsiran sangat dibutuhkan orang-orang Israel yang tidak mengerti
bahasa asli Kitab Suci.
BAB II
HERMENEUTIKA
A.
Arti
Hermeneutika
Sebelum membahas apa
saja yang menjadi kualifikasi seorang penafsir firman Allah, ada baiknya
mengerti terlebih dahulu mekanisme dalam menafsirkan firman Allah yang dikenal
dengan istilah Hermeneutika. Apa yang dimaksud dengan Hermeneutika? Kamus
Webster memberikan definisi “Hermeneutika”
sebagai berikut: “Ilmu yang mempelajari tentang tafsiran, atau penemuan
arti dari kata-kata atau frase penulis dan mengartikannya kepada orang lain;
eksegese, secara khusus diaplikasikan pada penafsiran Firman Allah.”
Para ahli teologia juga
mendefinisikan demikian, “Hermeneutika
adalah ilmu pengetahuan dan seni tafsiran Alkitab”[1].Lebih
jelas lagi “Hermeneutik adalah salah satu bagian dari teologi yang mempelajari
teori-teori, prinsip-prinsip dan metode-metode penafsiran Alkitab”[2].
Hermeneutika dikatakan
sebagai ilmu pengetahuan (Science) karena “berhubungan dengan prinsip-prinsip
yang terdapat dalam sistem yang teratur. Hal ini dimaksudkan untuk menarik dan
mengklasifikasikan prinsip-prinsip yang penting untuk penafsiran yang benar
akan Firman Allah (Alkitab).” Dengan kata lain “sebagai ilmu pengetahuan
hermeneutik menggunakan cara-cara ilmiah dalam mencari arti yang sesungguhnya
dari Alkitab. Prinsip-prinsip yang dipergunakannya merupakan suatu sistem yang
masuk akal, dapat diuji dan dipertahankan”.
\
B.
Hermeneutika
Bagi Seorang Penafsir.
Pengetahuan
menafsir firman Allah berhubungan dengan mekanisme (cara kerja) dari
hermeneutika. Sedangkan seni “menafsirkan” berhubungan dengan keahlian
penafsirnya. Namun kita harus mengetahui bahwa sekalipun banyak orang
mempelajari pengetahuan dan seni “menafsirkan Alkitab,” kita tidak menemukan
ada dua penafsir firman Allah yang benar-benar sama. Oleh karena itu,
seandainya ada dua orang yang memakai langkah pengetahuan ‘penafsiran’ yang
sama, maka mereka akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda.
Perlu kita ketahui
bahwa pengetahuan akan prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan ‘cara menafsir’
semata-mata tidak dapat membuat seseorang menjadi penafsir yang baik.
Dalam kehidupan kita sehari-hari kita dapat bandingkan dengan permainan tenis.
Seseorang yang mengetahui prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan permainan
tenis ataupun golf tidak berarti bahwa dia menjadi seorang pemain yang baik.
Oleh karena itu, ada qualifikasi tertentu yang harus dimiliki oleh setiap orang
yang berkeinginan menafsirkan firman Allah dengan benar. Kita sebagai pelajar
Alkitab yang ingin melayani Tuhan perlu mengetahui bahwa kita mempersiapkan
diri untuk menjadi pelayan yang baik, yang malayani jemaat Tuhan dalam
gerejaNya. Oleh karena itu kita tidak boleh menganggap remeh cara
menafsirkan Alkitab karena jika kita salah, maka semua orang yang kita ajar
akan sesat dan menuju kebinasaan.
“Perlu diingatkan bahwa seorang
penafsir yang baik adalah seorang yang sudah memperoleh persiapan yang memadai.
Adalah lebih menguntungkan jika yang bersangkutan mendapat pendidikan yang
cukup baik, sehingga ia dapat membaca dengan lancar, bahkan dapat menguasai
beberapa macam bahasa asing. Ia juga akan lebih mudah mengerti isi Alkitab
jikalau sudah memiliki pengetahuan dasar tentang bahasa-bahasa yang dipakai
oleh pengarang-pengarang Alkitab.”[3]
Mengetahui bahasa asli
Alkitab akan sangat menolong bagi seorang penafsir firman Allah tetapi hal ini
bukan berarti bahwa seorang yang tidak mengetahui bahasa asli Alkitab tidak
bisa manafsirkan firman Allah dengan baik dan benar. Hal lain yang tidak kalah
pentingnya dalam mempersiapkan seorang penafsir firman Allah adalah mental dan
intelektual. “Secara mental dan intelek seorang panafsir harus orang yang
sehat, yang dapat berpikir dengan jelas, teratur bahkan sanggup ‘sedikit
berfantasi.”[4] Ini
semua akan membantu seseorang dalam menafsirkan firman Allah dengan baik dan
benar.
Namun bagi
pengajar-pengajar sesat, mereka tidak memperdulikan prinsip-prinsip penafsiran
dalam mengerti firman Allah tetapi mereka menafsirkan firman Allah sesukanya.
Mereka tidak menyadari apa yang mereka perbuat karena mereka buta secara
rohani. Sekalipun mereka mengetahui pentingnya cara penafsiran Alkitabiah,
mereka menerapkannya dengan mata yang buta. Sebagai akibatnya, kebenaran firman
Allah dirusak dengan berbagai kesalahan dan kedustaan.
BAB III
PERSYARATAN BAGI SEORANG PENAFSIR
1. Macam-macam Penafsir
A.
Penafsir
yang Mementingkan Pelaksanaan Hukum (Legal Interpreters-Kis.13:27).
Pada umumnya, pemimpin-pemimpin yang disebutkan
dalam Kis.13:27 itu adalah para imam, ahli Taurat, dan orang-orang Farisi pada zaman
Kristus. Para ahli Taurat adalah penafsir resmi atas ayat-ayat kitab suci
Perjanjian Lama. Karena hanya terikat pada apa yang tersurat dan mementingkan
pelaksanaan Hukum (legalisme), mereka salah menafsirkan suara-suara nabi-nabi
dan akhirnya mereka menyalibkan Kristus berdasarkan penasiran legal mereka.
B.
Penafsir
Palsu
Ayat-ayat dalam 2Kor.4:2, Efs.4:14, dan 2Ptr.3:16
adalah menunjukkan orang-orang yang dengan senagaja menafsirkan ayat-ayat Kitab
Suci secara salah, sehingga mencelakakan jiwa mereka sendiri serta jiwa
orang-orang yang mengikuti mereka. Orang-orang ini’selalu ingin diajar, namun
tidak pernah dapat mengenal kebenaran” (2Tim.3:7).
C.
Penafsir
yang Benar.
Dalam Lukas 24, Yesus dinyatakan kepada kita sebagai
penafsir yang sempurna. Ayat 27 mengatakan ,”Ia
menjelaskan (Yunani-menafsirkan) kepada
mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci.”Semua
penafsir yang benar harus menjadikan Dia sebagai contoh. Nasihat dalam Kitab
Suci bagi seorang penafsir yang benar adalah, usahakanlah supaya engkau layak
dihadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang terus
terdang, memberitakan perkataan kebenaran (2Tim.2:15).
2. Kualifikasi Seorang Penafsir.[5]
& Sudah
lahir baru.
“Jawab
Yesus: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan
dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang
dilahirkan dari daging, adalah daging dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah
roh” (Yoh.3:5-6)
& Memiliki
hati yang rindu akan Firman (Yer.15:16; Maz.19:8-1).
“Apabila
akubertemu dengan perkataan-perkataan-Mu,maka aku menikmatinya; firman-Mu
itu menjadi kegirangan bagiku, dan menjadi kesukaan hatiku,
sebab nama-Mu telah diserukan atasku, ya TUHAN, Allah semesta alam.”
& Memiliki
sikap rendah hati(Kis.20:19; Flp.2:3).
“Dengan
segala rendah hati aku melayani Tuhan. Dalam pelayanan itu aku banyak
mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi
yang mau membunuh aku.”(Kis.20:19).
& Memiliki
sikap hormat dan menghargai Firman.
“Maka
aku tidak akan mendapat malu, apabila aku mengamat-amati segala
perintah-Mu.”(Mzm.119:6).
& Menerima
sepenuhnya doktrin inspirasi (pengilhaman) Sirman Tuhan (2Tim.3:16; 2Ptr.1:2).
“Segala
tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk
mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran.”( 2Tim.3:16).
& Memiliki
pendekatan Firman Allah dalam iman yang benar (Ibr.11:3, 6). “Karena iman kita mengerti, bahwa
alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat
telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.”(Ay.3)
“Tetapi
tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab
barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa
Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.”(Ay.6)
& Memiliki
pikiran yang diperbaharui (Rm.12:1-2; 1Kor.2:14-16; Flp.2:2-3).
“Karena
itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup,
yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu
yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah
oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:
apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”(Roma 12:1-2)
& Bergantung
pada penerangan dan pengurapan Roh Kudus (1Kor.2:7-16).
& Memiliki
roh dan sikap suka berdoa (Kis.6:4; 1Tes.5:17).
“Dan
supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan
pelayanan Firman.”(1 Tesalonika 5:17)
& Suka
merenungkan Firman Allah (Mzm.1:2; 119:48, 78, 148; Yos.1:8).
“Tetapi
yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan
Taurat itu siang dan malam.”(Mzm.1:2).
& Jujur
dalam pemikiran (2Kor.4:2; Efs.4:14).
“Tetapi kami menolak segala perbuatan
tersembunyi yang memalukan;
kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah.
Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami
menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.”
(Efesus 4:14)
& Mengakui
kesatuan Roh dan Firman Allah (1Yoh.5:7-8).
“Sebab
ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan
Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi
kesaksian di bumi: Roh dan air dan darah dan
ketiganya adalah satu.”
& Mengakui
kesatuan dan keselarasan Firman Allah yang progresif (Alkitab adalah satu
kesatuan).
Kesatuan proses
pemberian firman Allah yang progresif: Walaupun buku-buku dalam Alkitab dicatat
oleh orang yang berbeda-beda dan dalam masa yang berbeda pula, Allah menyatakan
kebenaran dan rencana penyelamatan manusia itu semakin jelas. Dengan kata lain
doktrin-doktrin dalam kitab-kitab terdahulu ditulis saling berhubungan dengan
doktrin-doktrin yang ditulis dalam kitab-kitab berikutnya. Bahkan rencana Allah
akan semakin jelas dalam kitab-kitab yang ditulis dalam Perjanjian Baru
dibanding dengan kitab-kitab dalam
Perjanjian Lama.
& Mengerti
hubungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Yer.31:31-34).
“Sesungguhnya, akan datang waktunya,
demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian
baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian
yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang
tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu
telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka,
demikianlah firman TUHAN. Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum
Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku
dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi
Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah lagi orang
mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN!
Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN,
sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa
mereka.”
& Rajin
mempergunakan bahan-bahan yang ada untuk mengerti Firman Allah (1Tim.4:13;
2Tim.2:15).
“Sementara itu, sampai aku
datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan
dalam mengajar.”
& Memiliki
pemikiran yang jernih (2Tim.1:7).
“Sebab Allah memberikan kepada kita
bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan
kekuatan, kasih dan ketertiban.”
·
Ia memiliki keseimbangan pikiran yang
baik, tidak berkhayal terlalu tinggi, tidak tergesa-gesa dalam mengadili dan
tidak berkeinginan yang bodoh.
·
Ia cepat dan bersih dalam pikiran.
·
Ia cerdas dalam intelektual.
·
Ia memiliki kemampuan memberikan alasan
dengan adil dan benar.
·
Ia mampu berkomunikasi dengan jelas.
Menurut
M.S Terry[6],
seorang penafsir harus memiliki beberapa persyaratan,seperti:
1. Syarat
Intelektual (tekun belajar, mempunyai pengetahuan yang luas).
2. Syarat
Akademis (Mempunyai keseimbangan berpikir).
3. Syarat
Spiritual:
v Lahir
Baru (1Kor:14)
v Rendah
Hati (Mat.11:25)
v Taat
(Ez.7:10)
v Lapar
dan haus Firman Tuhan (Mat.5:6).
3. Peranan Khotbah Penafsir.
1.
Khotbah
Sebagai Sarana Untuk Mengajar Iman Kristen/Doktrin
Pertama-tama, khotbah dimaksudkan bukan sebagai
sarana menghibur jemaat (entertainment), tetapi khotbah itu sebagai sarana
untuk mengajar iman Kristen/doktrin. Pdt. Erastus Sabdono, M.Th.[7]
di dalam salah satu khotbahnya mengatakan bahwa gereja adalah sekolah Alkitab.
Berarti, khotbah mimbar di gereja juga sebagai sebuah studi Alkitab dan
doktrin.Mengapa khotbah sebagai sarana untuk mengajar doktrin?Karena khotbah
yang mengajar doktrin iman Kristen adalah khotbah yang berisi sesuatu yang
terpenting yang harus dipegang di dalam iman dan kehidupan sehari-hari. Dengan
kata lain, doktrin iman Kristen adalah doktrin/ajaran yang paling penting yang
membentuk iman, karakter, dan kehidupan sehari-hari kita sebagai umat-Nya di
dunia ini.
Ketika khotbah tidak lagi mengajar doktrin, maka
dapat dipastikan banyak orang “Kristen” meskipun menyebut diri “Kristen”,
tetapi sebenarnya atheis praktis, materialis, hedonis, dan pragmatis. Mereka
berani mengaku di depan umum sebagai seorang “Kristen” bahkan “melayani Tuhan”,
tetapi mereka lah justru yang melarang nama Tuhan dan theologi dipakai di dalam
ilmu sebagai pengejawantahan integrasi iman dan ilmu. Pertanyaan lebih lanjut,
apakah berarti khotbah yang sudah mengajar doktrin secara bertanggungjawab
pasti mengakibatkan semua jemaatnya beriman beres?Belum tentu juga, karena
perubahan iman, karakter, dan kehidupan jemaat bergantung mutlak pada kuasa Roh
Kudus yang menguduskan seseorang. Meskipun tidak semua jemaat tersebut beriman
beres, gereja tetap perlu mengajar doktrin, karena Alkitab mengajar hal
tersebut (baca lagi: 2Tim. 4:1-2).
Bagi para pengkhotbah sendiri, sebelum mereka
berkhotbah di atas mimbar dengan mengajar doktrin, hendaklah mereka menguji apa
yang hendak mereka ajarkan, supaya apa yang mereka ajarkan tidak menyesatkan
jemaat. Hal ini pun diajarkan Alkitab.Paulus memperingatkan anak rohaninya,
Timotius, “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu.Bertekunlah dalam
semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu
dan semua orang yang mendengar engkau.” (1Tim. 4:16)
2.
Khotbah
Sebagai Sarana Untuk Menguatkan Iman Orang Kristen
Kedua, khotbah bukan hanya sebagai sarana mengajar
doktrin, khotbah juga sebagai sarana untuk menguatkan iman orang
Kristen.Artinya, khotbah itu harus menyampaikan berita/pesan Firman Tuhan yang
menguatkan iman orang Kristen ketika mereka menghadapi masalah, kesulitan,
sakit penyakit, dll. Dengan kata lain, khotbah bukan hanya memenuhi pikiran
saja dengan doktrin, tetapi juga berimplikasi di dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam Alkitab, Paulus adalah seorang pengkhotbah yang berkhotbah dengan
mengajar doktrin iman Kristen yang penting sambil menguatkan iman jemaat
Kristen yang dia layani.Kepada jemaat di Roma, Paulus bukan hanya mengajar
doktrin (Rm. 1-11), tetapi juga menguatkan iman jemaat Roma, salah satunya nasihat/khotbah
agar jemaat Roma saling menguatkan (Rm.15). Hal yang sama juga terjadi pada
Timotius sebagai anak rohani Paulus.
Di dalam 2Tim.1:12, Paulus menyampaikan
khotbah/nasihatnya kepada Timotius tentang apa yang harus Timotius lakukan
ketika berada di dalam penderitaan, “Itulah sebabnya aku menderita semuanya
ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku
yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku
hingga pada hari Tuhan.” (2Tim. 1:12) Bagaimana dengan Anda yang melayani
sebagai seorang pengkhotbah? Apakah Anda berkhotbah dengan mengandalkan semua
bahan akademis yang Anda pelajari di sekolah theologi saja? Ataukah Anda hari
ini berkomitmen menyeimbang- kan antara
mengajar doktrin dan menguatkan iman orang Kristen di tengah berbagai
pergumulan hidup mereka?
3.
Khotbah
Sebagai Sarana Untuk Mendidik Karakter dan Kehidupan Kristen
Selain untuk mengajar doktrin dan menguatkan iman
orang Kristen, khotbah juga sebagai sarana untuk mendidik dan membangun
karakter dan kehidupan Kristen.Selain iman dibangun dan dikuatkan, orang
Kristen juga perlu memiliki karakter dan kehidupan Kristen yang terintegrasi
yang memuliakan Tuhan.Untuk itulah, khotbah mimbar seharusnya sebagai sarana
mendidik jemaat Tuhan dengan karakter, moral/etika, perkataan, pikiran, dan
perbuatan yang memuliakan Tuhan.Artinya, sang pengkhotbah harus memberitakan
teguran bagi mereka/jemaat yang hidup tidak beres, misalnya selingkuh, mencuri,
dan lain sebagainya. Teguran-teguran seperti itu dimaksudkan agar jemaat
tersebut dan jemaat lain memiliki karakter, etika, perkataan, dan perbuatan
yang berpusat kepada Kristus dan memuliakan Tuhan. Sebelum menegur jemaat, sang
pengkhotbah sendiri harus memiliki ia memiliki karakter, motivasi, moral/etika,
perkataan, pikiran, dan perbuatan yang beres terlebih dahulu, sehingga apa yang
disampaikannya memiliki kuasa mengubah jemaat.
BAB IV
KESIMPULAN
Khotbah yang baik dan
bertanggungjawab bukan hanya mengutip puluhan ayat Alkitab, tetapi yang
menguraikan ayat Alkitab secara eksposisional (ayat per ayat, pasal per pasal,
dll di dalam kitab di Alkitab).Misalnya, menguraikan Injil Matius secara rutin
setiap hari Minggu.Jika kita benar-benar menerapkan metode eksposisi Alkitab
secara rutin setiap hari Minggu, maka kita baru menyadari bahwa Alkitab kita
bukan Alkitab yang dangkal, tetapi dalam. Pdt. Dr. Stephen Tong sendiri
mencontohkan bahwa beliau mengeksposisi Surat Roma sudah hampir lebih dari 5
tahun secara rutin, begitu juga dengan Surat Ibrani dan Injil Yohanes. Di sini,
kita mengetahui alasan mengapa saya mengatakan waktu dan isi khotbah tidak
pernah ditentukan manusia, karena Firman Tuhan ini sangat mendalam dan tidak
bisa dijelaskan dengan waktu yang singkat.
Roh Kudus memakai para
pengkhotbah di luar khotbah yang telah disiapkannya.Kadang-kadang, Roh Kudus
memakai para pengkhotbah untuk memberitakan Firman dengan pengertian yang
berbeda di luar khotbah yang telah disiapkan si pengkhotbah.“Berbeda” di sini
bukan bertolak belakang, tetapi berbeda dalam pengertian yang lebih tajam,
luas, jelas, dan mudah dimengerti.Oleh karena itulah, waktu khotbah bergantung
pada kedaulatan Allah di dalam khotbah yang bebas memakai hamba-Nya untuk
menyampaikan berita Firman yang urgent. Jika memang Roh Kudus ingin
menyampaikan berita Firman secara singkat, maka si pengkhotbah jangan sengaja
memanjangkan khotbahnya supaya pas 1 jam. Tetapi jika Roh Kudus ingin
menyampaikan berita Firman dengan jelas dan agak lama, maka jangan sengaja memendekkan
durasi khotbah sampai menjadi 30 menit.Ia yang menciptakan waktu, Ia berhak
memakai waktu yang diciptakan-Nya untuk memberitakan Firman-Nya. Hak apa kita
berani membatasi-Nya?
Dengan kata lain, kedua
poin ini menuntut suatu kepekaan khusus dari para pengkhotbah yang diurapi
Tuhan. Pengkhotbah yang baik selain studi Alkitab yang ketat, juga terbuka pada
dinamika pimpinan Roh Kudus ketika mereka berkhotbah. Bagaimana dengan Anda
sebagai pengkhotbah?Maukah Anda hari ini sungguh-sungguh memberitakan Firman
Tuhan dengan hikmat dan kuasa Roh Kudus demi kemuliaan-Nya?Tuhan menuntut
hamba-hamba-Nya memberikan Firman Tuhan dengan bertanggungjawab, murni, teliti,
tegas, jelas, dan aplikatif serta memuliakan nama-Nya.Sudahkah Anda
melakukannya? Amin. Soli Deo Gloria.
DAFTAR PUSTAKA
Corner, Kevin J. and Ken Malmin. Interpreting the Scriptures. Oregon:
Bible Temple Publications, 1983.
Dunnet, Walter W, The Interpretation Of Holy Scripture. Thomas Nelson Publishers.
Fee, Gordon and Douglas Stuart, Hermeneutics. Malang: SAAT, 2000.
Greidanus, Sidney. Preaching Christ from The Old Testatement. Bandung: Yayasan Kalam
Kudus, 2009.
Hayes, John H and Carl R. Holladay. Pedoman Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2005.
LAI. Alkitab.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,2011.
Sutanto, Hasan. Hermeneutik:
Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang: SAAT, 1986.
Terry, M.S, Biblical
Hermeneutics. Michigan: Zondervan Publishing House, 1979.
Waluyo, Joko. Diktat
Hermeneutik 1. Surabaya: STTIA, 2011.
[1]Kevin J. Corner and Ken Malmin.Interpreting the Scriptures, Portland,
Oregon: Bible Temple Publications, 1983.Hal 19-26.
[2] Hasan Sutanto.Hermeneutik: Prinsip dan Metode
Penafsiran Alkitab, Malang: SAAT, 1986, Hal.6.
[3] Hasan Sutanto.Hermeneutik: Prinsip dan Metode
Penafsiran Alkitab, Malang: SAAT, 1986, Hal 10.
[4] Ibid.
[5] Kevin J. Corner and Ken
Malmin.Interpreting the Scriptures, Portland, Oregon: Bible Temple
Publications, 1983. Hal 19-26.
[6] M.S. Terry, Biblical Hermeneutics…Hal.5 (Lihat Joko Waluyo, Diktat Hermeneutik 1.Surabaya: 2011,
Hal.13-14.